WONOGIRI – Ribuan warga memadati Lapangan Desa Waru, Kecamatan Slogohimo, Wonogiri, untuk menyaksikan pertunjukan reog secara kolosal, Rabu (4/5/2022) sore. Kepala Desa Waru, Wisnu Sejati, mengatakan pertunjukan reog tersebut diniatkan menjadi hiburan bagi warga desa saat libur Lebaran 2022.
“Pertunjukan reog kolosal ini tujuannya untuk memberi hiburan kepada masyarakat saat Lebaran. Yang menonton sampai ribuan. Karena berbarengan dengan orang-orang (Desa Waru) yang mudik,” kata Wisnu kepada solopos.com, Rabu (4/5/2022) malam.
Meski dipersiapkan secara mendadak, acara itu berjalan lancar. Warga desa pun banyak yang mengapresiasi dibuktikan dengan antusiasme tinggi untuk menonton kesenian tradisional itu. Para warga bahkan sampai memadati area lapangan dan rela berdesakan.
Menurut Wisnu, acara tersebut sekaligus menandai recovery pandemi Covid-19. Selama pandemi, Pemerintah Desa (Pemdes) Waru telah bekerja keras untuk membantu menangani persolan virus Covid-19.
“Kemarin kami sudah melaksanakan PPKM, karantina, dan vaksin (Covid-19). Dengan adanya pagelaran ini, semoga bisa menjadi motivasi bagi warga, ayo [bangkit kembali],” ucap kepala desa itu.
Pada kesempatan itu, Pemerintah Desa Waru memberi sumbangan seperangkat alat-alat reog kepada Paguyuban Reog Singo Anggoro Desa Waru. Hal itu sebagai bentuk dukungan pemdes kepada kelompok kesenian tradisional agar tetap semangat melestarikan budaya.
Desa Waru mempunyai paguyuban Reog yang beranggotakan sekitar 50 orang. Mereka kerap tampil di acara-acara desa seperti saat malam resepsi 17 Agustus, momen Lebaran, dan penyambutan tamu. “Desa Waru ini mempunyai paguyuban reog. Tadi kami menyerahkan reog baru kepada mereka,” ujar Wisnu.
Wisnu menyebut pertunjukan itu sekaligus sebagai upaya pemdes untuk menghidupkan roda perekonomian Desa Waru. Dengan adanya hiburan, pedagang-pedagang bisa mengambil kesempatan menjual dagangannya di area tempat hiburan.
Salah satu penonton reog di lapangan Desa Waru, Dhiya Restu Putra, menuturkan pengunjung membanjiri lapangan tempat acara. Hal itu dianggap wajar mengingat pertunjukan reog merupakan hiburan mewah bagi masyarakat desa.
“Nyenengke. Ramai banget. Sebab selama dua tahun pandemi, pertunjukan reog sempat terhenti. Selama itu, warga bisa dibilang tidak pernah ada tontonan. Nah ini PPKM sudah diperlonggar, terus ada tontonan reog itu,” tutur Restu.
Menurut pengakuan Restu, kondisi di tempat acara dan sekitarnya sangat padat. Warga berbondong-bondong ingin menonton acara tahunan tersebut. Jalan-jalan desa dipadati kendaraan motor dan mobil. “Yang nonton ribuan. Padet det det det,” ungkapnya.
Meski bukan warga Desa Waru, Restu sengaja menonton pertunjukan itu karena jumlah reog yang ditampilkan banyak. Reog yang biasa tampil di desanya, Desa Tunggur, hanya dua atau tiga reog. Sementara reog yang ditampilkan pada sore itu berjumlah belasan reog.
Dia berharap para pelaku seni terus menerus melestarikan kebudayaan Jawa seperti reog itu. Masyarakat juga harus turut serta melestarikan dengan cara mengapresiasi kesenian tradisional reog.
“Selain itu, pemerintah harus memberikan perhatian lebih kepada kesenian-kesenian tradisional. Jangan sampai kesenian yang baik itu punah,” terang Restu. (solopos/en)