JAKARTA – Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti menyampaikan keprihatinan atas masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan air minum melalui jaringan perpipaan di Indonesia. Hingga pertengahan 2025, baru sekitar 22 persen penduduk yang menikmati layanan tersebut.
Hal ini diungkapkan Diana dalam pembukaan International Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC) pada Rabu (11/6/2025).
“Lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia masih mengandalkan sumber air langsung seperti sungai, sumur bor, dan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Diana.
Ia menegaskan air minum dari jaringan perpipaan jauh lebih aman dan layak dibandingkan dengan sumber-sumber yang rentan tercemar, terutama di wilayah padat penduduk dan perkotaan.
Lebih jauh, Diana menyatakan akses terhadap air minum yang aman bukanlah kemewahan, melainkan hak dasar setiap warga negara. Menurutnya, persoalan air tidak bisa dipandang hanya sebagai komoditas, tetapi terkait langsung dengan hak atas kehidupan yang layak dan sehat.
“Kami berharap seluruh masyarakat bisa mengakses air dari jaringan perpipaan karena lebih terjamin kualitas dan keberlanjutannya. Ini bukan hanya soal infrastruktur, tapi menyangkut martabat dan hak warga negara,” tegasnya.
Pameran IWWEF yang diikuti lebih dari 80 peserta dari dalam dan luar negeri, termasuk perusahaan penyedia teknologi, lembaga pembiayaan, dan organisasi internasional. (Foto: Nicha/Event Nusantara)
Dalam konteks yang lebih luas, pemerintah tengah mendorong tercapainya Swasembada Air pada 2029, dengan target cakupan layanan air minum perpipaan mencapai 40 persen. Saat ini, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga di ASEAN dalam hal cakupan layanan perpipaan.
Untuk itu, pemerintah menggalakkan berbagai inisiatif pembangunan dan pembiayaan, termasuk melibatkan skema pembiayaan inovatif bagi pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Air Minum.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), Arief Wisnu Cahyono mengungkapkan hingga kini baru sekitar 16 juta sambungan rumah yang terlayani. “Untuk mengejar target 40 persen cakupan pada 2029, dibutuhkan investasi sekitar Rp 195 triliun,” ujar Arief.
Menurutnya, setiap sambungan rumah membutuhkan biaya sekitar Rp15 juta, yang mencakup pembangunan sumber air, pengolahan, hingga jaringan distribusi. Tantangan utama berada di luar Pulau Jawa dan wilayah pinggiran, yang belum terjangkau infrastruktur dasar.
Karenanya, untuk mempercepat target Swasembada Air 2029, diperlukan keterlibatan aktif dari pemerintah pusat dan daerah, termasuk penerapan skema pembiayaan yang lebih fleksibel dan inovatif, serta kolaborasi lintas sektor.
IWWEF 2025 menjadi momentum konsolidasi antara penyelenggara layanan air, penyedia teknologi, pemerintah, dan mitra internasional untuk mempercepat pembangunan infrastruktur air yang aman dan inklusif. (cha)