FIB UI Gelar Seminar dan Pameran Foto Sejarah dan Kebudayaan Singkawang

Related Articles

JAKARTA – Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) menggelar seminar dan pameran foto bertema Toleransi dan Keberagaman dalam Rangka Hari Kebangkitan Nasional: Becermin dari Sejarah dan Kebudayaan Singkawang di Auditorium Gedung 4, FIB UI, Depok, Rabu (25/5/2022).

Acara bekerja sama dengan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) Sejarah UI, Yayasan Singkawang Luhur Abadi, dan Yayasan Riset Visual MataWaktu ini diadakan setelah penerbitan buku Memoar Orang-Orang Singkawang.

“Saya sangat senang dengan terselenggaranya seminar tentang toleransi dan keberagaman ini karena kita adalah benteng yang harus mempertahankan sikap toleran dan perayaan atas keberagaman,” kata Dekan FIB UI, Bondan Kanumoyoso, dalam keterangan tertulis.

Sejumlah pembicara dihadirkan dalam acara tersebut. Mereka adalah Dirjen Kebudayaan sekaligus sejarawan, Hilmar Farid; penulis buku Pergolakan Kalimantan Barat, Lin Shi Fang; penulis buku Memoar Orang-Orang Singkawang Bina Bektiati; dan dosen sejarah Universitas Sanata Dharma, Yerry Wirawan.

Singkawang, salah satu kota di Kalimantan Barat, hingga saat ini dikenal lekat dengan budaya Cina. Kota ini merupakan salah satu pecinan di Indonesia yang didominasi penduduk keturunan Tionghoa sekitar 40 persen. Sementara penduduk lainnya terdiri dari etnik Melayu Singkawang (Sambas) 30 persen, Dayak 10 persen, Jawa 10 persen, Madura 5 persen, dan pendatang lainnya.

Baca Juga:   Tari "Landhung" Jadi Pembuka Situbondo Etnik Festival

Singkawang menjadi salah satu kota multietnik dan agama di Indonesia. Kota berjuluk Seribu Kelenteng ini mendapatkan penghargaan sebagai kota paling toleran se-Indonesia pada 2021. Padahal, untuk menjadi kota dengan toleransi tinggi di tengah keberagaman etnik dan agama bukanlah perkara mudah. Bahkan di masa lalu, kota ini digempur dengan beragam masalah diskriminasi identitas politik etnik.

“Zaman berganti, namun eksistensi bilah tragedi dan kisi-kisi traumatis itu tak boleh lagi berulang di masa datang. Demi itu, Yayasan Singkawang Luhur Abadi bekerja sama dengan Yayasan Riset Visual MataWaktu mengupayakan perluasan materi riset agar publikasi katalog Memoar Orang-orang Singkawang yang terdahulu memperoleh kepaduan latar belakang sehingga layak untuk diterbitkan kembali sebagai sebentuk buku yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan untuk peradaban yang lebih mulia,” kata kurator pameran foto dan buku Memoar Orang-orang Singkawang, Oscar Motuloh.

Oscar mengatakan penerbitan buku Memoar Orang-Orang Singkawang adalah persembahan bagi segenap penyintas kekerasan dan tindak diskriminasi, serta sebagai penghormatan bagi mereka yang telah gugur akibat angkara politik dan ambisi kekuasaan.

Baca Juga:   Festival Padang Ulanan Awali Rangkaian Pergelaran Gandrung Sewu

Ketua Yayasan Singkawang Luhur Abadi, Lio Kurniawan, memastikan, buku Memoar Orang-Orang Singkawang terasa lebih berbeda karena pelaku sejarah menuturkan kisahnya sendiri mengenai peristiwa pada saat itu. Mereka tinggal di berbagai belahan dunia sehingga wawancara dan pemotretan lantas dilakukan di tempat mereka berada.

“Proses perjalanan menuju tempat narasumber berada, mewawancarai mereka maupun pemotretan saat dan pasca-wawancara menjadi sebuah kisah tersendiri yang mengesankan,” ujarnya. Lio berharap buku berisi dimensi sejarah kota dan masyarakat Singkawang yang belum terkuak selama ini bisa menjadi sumbangsih yang bermanfaat bagi generasi muda.

Buku Memoar Orang-Orang Singkawang diterbitkan Penerbit Yayasan Singkawang Luhur Abadi dan Yayasan Riset Visual MataWaktu pada 15 Februari 2022, bertepatan dengan perayaan Cap Go Meh 2022. Buku yang ditulis dalam 5 bab ini adalah karya Bina Bektiati (naskah), John Suryaatmadja, dan Sjaiful Boen (foto). Menariknya, buku ini dilengkapi 308 foto, 102 foto arsip, 41 dokumen, dan 17 ilustrasi atau peta.

Buku ini ditulis berdasarkan rangkaian wawancara pada 2010-2011 dan didukung foto pendukung lainnya karya Enrico Soekarno, Jay Subyakto, Julian Sihombing, Sigi Wimala, Yori Antar, Oscar Motuloh, Octa Christi, Andreas Loka, Victor Fidelis, dan Khaw Technography. Buku Memoar Orang-Orang Singkawang adalah buku trilingual dengan bahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris. (en)

Baca Juga:   Ribuan Peserta Ikuti Karnaval Gemilang Budaya Khatulistiwa

Foto: tempo.co

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img