SELAIN keindahan alam, keragaman budaya dan tradisi turut menjadi daya tarik wisata di Indonesia. Tradisi pemakaman khas dari berbagai daerah juga bisa menjadi daya tarik wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, baik Nusantara maupun mancanegara.
Hampir seluruh pulau di Indonesia memiliki tradisi pemakaman yang berbeda-beda. Hal ini merujuk pada kepercayaan serta tradisi turun-temurun dari para leluhur yang masih dijaga hingga sekarang. Tak sekadar mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir, berbagai tradisi pemakaman unik di Indonesia ini juga sarat akan nilai filosofi dan makna yang mendalam.
Sebagai upaya melestarikan peninggalan budaya dan tradisi para leluhur, berikut beberapa tradisi pemakaman unik di Indonesia yang menjadi daya tarik wisata.
Keluarga duka mengarak jenazah saat upacara pemakaman Rambu Solo di Sa’dan Balusu, Toraja Utara, Sulawasi Selatan, 2 September 2023. (Foto: ANTARA FOTO/Sakti Karuru/tom)
Rambu Solo
Tradisi pemakaman dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan ini dipercaya masyarakat Suku Toraja sebagai penyempurna kematian, serta sebagai bentuk penghormatan dan mengantarkan arwah menuju alam roh. Namun, tradisi pemakaman Rambu Solo ini harus melewati proses upacara adat yang cukup panjang. Salah satunya, keluarga harus kurban hewan, antara babi atau kerbau.
Hewan yang dikurbankan bisa mencapai puluhan hingga ratusan ekor. Hal ini menyesuaikan strata sosial jenazah. Tak heran jika upacara adat Rambu Solo bisa digelar selama 3-7 hari berturut. Setelah upacara adat selesai, jenazah baru boleh “dikubur” di tebing batu tinggi atau disebut Lemo. Masyarakat Suku Toraja percaya, jika tradisi ini dapat mengantarkan arwah lebih cepat ke Puya atau surga.
Ngaben
Jika membahas tradisi pemakaman, mungkin Ngaben menjadi salah satu yang cukup populer dan diketahui banyak orang. Tradisi pemakaman khas umat Hindu Bali ini bertujuan untuk mensucikan roh orang yang sudah meninggal. Untuk melakukan hal tersebut ada beberapa upacara adat yang harus digelar. Salah satunya dengan membangun lembu kayu sebagai tempat jenazah prosesi Ngaben.
Di puncak prosesi Ngaben adalah Ngeseng Sawa, pembakaran jenazah. Lembu kayu tersebut juga turut dibakar dengan tujuan untuk “membingungkan” arwah agar tidak kembali ke dunia. Setelah proses pembakaran jenazah selesai, dilanjut dengan prosesi Nganyut, yakni menghanyutkan abu jenazah ke laut, sebagai simbolis bersatunya kembali jiwa dengan alam.
Trunyan
Di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali juga memiliki tradisi pemakaman unik. Jenazah di desa ini tidak dikubur, tetapi hanya diletakkan di bawah pohon Taru Menyan. Namun jenazah yang taruh di bawah pohon Taru Menyan hanya untuk yang meninggal secara wajar, telah menikah, dan anggota tubuh lengkap. Wilayah pemakaman di sana disebut Sema Wayah.
Jenazah ini diletakkan dengan hanya ditutupi kain putih. Meski begitu, jenazah tidak menimbulkan bau busuk dan tidak dihinggapi serangga karena adanya pohon Taru Menyan, yang dapat mengeluarkan wangi harum dan mampu menetralisir bau busuk. Meski demikian, jumlah jenazah di bawah pohon yang banyak tumbuh di desa ini tidak boleh lebih dari sebelas orang.
Tradisi pemakaman di Tanah Papua menggunakan cara mengawetkan jenazah (Foto: Shutterstock/Steve Barze)
Mumifikasi
Tradisi pemakaman unik berikutnya ada di Tanah Papua, tepatnya dilakukan oleh Suku Asmat, yakni dengan cara mengawetkan jenazah layaknya mumi. Namun, tidak semua orang bisa dijadikan mumi, biasanya mumifikasi dilakukan kepada mereka yang memiliki kedudukan tertinggi atau memiliki posisi penting dalam masyarakat, seperti kepala suku atau panglima perang Suku Asmat.
Tubuh jenazah akan diolesi ramuan alami tertentu, lalu diletakkan di atas perapian untuk proses pengasapan secara perlahan. Setelah beberapa tahun, jenazah tersebut akan berubah warna menjadi hitam, dan kemudian dipajang di depan rumah adat Suku Asmat. Apabila ada acara-acara penting, seperti ritual adat, mumi tersebut akan didudukkan menghadap banyak orang guna mengenang jasanya.
Tradisi pemakaman Tiwah oleh Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. (Foto: Pariwisata Indonesia)
Tiwah
Tiwah merupakan tradisi pemakaman Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Tradisi ini dilakukan setelah jenazah dikubur selama beberapa tahun sehingga hanya menyisakan tulang-belulang. Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju, Tiwah dilakukan untuk mengantarkan roh ke tempat asal atau Lewu Tatau bersama dengan Ranying, dewa tertinggi dalam kepercayaan masyarakat Dayak.
Umumnya, tradisi pemakaman Dayak Ngaju digelar selama tiga hari sampai satu bulan penuh. Prosesi dimulai dengan membangun Sandung Rahung untuk menyimpan tulang. Kemudian menyiapkan kerbau yang diikat di dekat sandung rahung. Di akhir ritual, arwah akan melakukan perjalanan menuju Lewu Tatau, sambil diiringi prosesi pengurbanan kerbau dengan cara ditombak.
Mangokal Holi
Pulau Samosir di tengah Danau Toba, Sumatra Utara juga memiliki tradisi pemakaman yang unik. Tradisi itu bernama Mangokal Holi, kepercayaan turun-temurun masyarakat Pulau Samosir dengan pemindahan tulang tengkorak leluhur sebagai bentuk penghormatan. Tradisi ini dilakukan dengan membongkar makam keluarga yang telah lama meninggal dan menempatkan tulang-tulang di sebuah tugu.
Mangokal Holi dipercaya masyarakat Samosir bisa mendekatkan arwah leluhur ke Sang Pencipta. Tradisi ini juga bertujuan menyatukan jasad seluruh anggota keluarga di dalam sebuah tugu. Makin indah, mahal, dan tinggi tugu yang dibuat, maka makin tinggi status marga pemilik makam tersebut. Melalui tradisi ini mereka berharap akan mendapat limpahan berkat berupa keturunan, panjang umur, dan kekayaan. (en)