KOTA Bandung, Jawa Barat, tak hanya dikenal karena keindahan alam dan fesyennya, tetapi juga karena pesona seni dan budaya yang kental. Kota berjulukan Paris van Java ini memiliki sejumlah gedung kesenian yang menjadi saksi perkembangan seni teater sejak zaman kolonial.
Sebagai kota yang terkenal dengan pesona seni dan budaya, Kota Bandung memiliki sejumlah gedung legendaris yang menjadi saksi perkembangan seni teater. Dari masa kolonial hingga era kontemporer, gedung-gedung ini tidak hanya menjadi tempat pertunjukan, tetapi juga pusat interaksi budaya yang menghidupkan kreativitas masyarakat.
Berikut ulasan singkat lima gedung bersejarah yang bisa dikunjungi wisatawan dilansir dari portal Provinsi Jabar.
Padepokan Mayang Sunda
Gedung yang terletak di Jalan Peta Nomor 209 Kota Bandung ini merupakan gedung pertunjukan, latihan, dan pengembangan seni-budaya, yang berdiri pada 1987, sebagai kakarén (warisan) atas pelaksanaan Festival Film Indonesia pada tahun yang sama. Gedung ini dikelola Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Padepokan Seni, Kreativitas dan Kebudayaan.
Nama Padepokan Seni Mayang Sunda diresmikan Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivananda, pada 21 Februari 2013, bersamaan dengan rangkaian acara Miéling Poé Basa Indung Sadunya yang dilaksanakan di Indoor Stage Mayang Sunda.
Teras Sunda Cibiru
Teras Sunda Cibiru yang terletak di Jalan Raya Cipadung Kecamatan Cibiru memiliki sembilan ruangan yang bisa digunakan seniman untuk berkegiatan. Di antaranya Bale Riung untuk diskusi, seminar yang berkapasitas 100 orang serta untuk ruang latihan. Ada juga Bale Utama yang merupakan ruang pertunjukan atau ruang seminar yang berkapasitas sekitar 500 orang.
Juga ada galeri yang berisi koleksi seni dan budaya Jawa Barat, khususnya Sunda. Galeri ini menjadi fasilitas utama karena pengunjung dapat mengetahui budaya dan kesenian Sunda. Teras Sunda Cibiru masih bisa dipakai untuk umum, bukan hanya seniman.
Gedung De Majestic di Jalan Braga Nomor 1, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat. (Foto: goodnewsfromindonesia)
Gedung De Majestic
Terletak di jantung Jalan Braga, De Majestic pertama kali dibuka pada 1925. Gedung ini awalnya dikenal sebagai lokasi pemutaran perdana Loetoeng Kasaroeng, film pertama yang diproduksi di Indonesia. Namun tidak hanya film, panggungnya sering digunakan untuk pertunjukan teater dan seni drama klasik pada era kolonial. Kini, gedung ini tetap menjadi ruang pertunjukan seni budaya.
Gedung Kesenian Rumentang Siang
Beberapa sumber menyebut, Rumentang Siang berdiri sejak 1950-an dan menjadi ruang bagi seniman lokal untuk mengekspresikan diri, terutama di era Orde Baru. Berbagai komunitas seni, termasuk para pelopor seni eksperimental seperti Harry Roesli, menggunakan tempat ini untuk mengeksplorasi kritik sosial melalui teater.
Lokasi gedung yang terletak di Jalan Baranangsiang ini, terus menjadi pusat seni yang menampung seniman muda Bandung untuk menghidupkan bentuk seni teater baru. Semisal kegiatan teater unit kegiatan pelajar, atau ekstrakulikuler sekolah.
Gedung Societet Concordia (kini Gedung Merdeka)
Sebelum menjadi Gedung Merdeka yang terkenal karena Konferensi Asia-Afrika, bangunan ini dikenal sebagai Societet Concordia. Pada masanya, gedung ini adalah tempat eksklusif untuk pementasan opera dan drama bergaya Eropa. Setelah bertransformasi, fokusnya beralih ke acara kenegaraan, meski tetap digunakan sesekali untuk teater sejarah dan acara seni budaya yang merayakan warisan Bandung.
Gedung ini tidak hanya mencerminkan perkembangan seni teater di Bandung tetapi juga menjadi simbol perjalanan budaya kota ini. Dari panggung megah pada masa kolonial hingga ruang yang mendukung ekspresi seni rakyat, Bandung terus membuktikan dirinya sebagai kota yang memelihara kreativitas seni. (en)