JAKARTA – Konsep karantina gelembung atau bubble akan digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan internasional di Indonesia sepanjang 2022. Sejumlah gelaran internasional itu antara lain Konferensi Tingkat Tinggi G20, MotoGP Mandalika, Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR), dan Conference of Party 4.2 Minamata Convention.
Tanggapan pemerintah ini sekaligus menjawab permintaan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) mengenai diskresi karantina bagi para atlet dari luar negeri. “Sistem bubble ini dikembangkan untuk tetap mendukung kegiatan internasional penting, pada saat kasusnya juga harus relatif terkendali,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, saat rapat bersama Komisi IX DPR, Selasa (18/1/2022).
Wiku menjelaskan, konsep karantina bubble dapat diartikan dengan mengelompokkan orang untuk aktivitas tertentu tanpa harus melakukan karantina. Namun, orang-orang yang berada di bubble tersebut mesti memenuhi syarat seperti telah divaksinasi, negatif Covid-19 berdasarkan hasil tes PCR, dan hanya beraktivitas di tempat atau bubble tersebut.
Wiku melanjutkan, konsep karantina bubble juga mirip dengan karantina wilayah di mana orang yang sudah keluar dari bubble tidak bisa masuk kembali. “Seperti orang dari Indonesia misalnya, kalau persyaratannya sudah terpenuhi screening semuanya, masuk, nanti kalau keluar dia enggak bisa masuk lagi,” ujar Wiku.
Dengan konsep tersebut, kata Wiku, orang-orang yang datang dari luar negeri tidak perlu menjalankan karantina, dapat langsung beraktivitas. Menurut Wiku, konsep karantina bubble ini telah sukses diterapkan pada ajang Indonesia Badminton Festival di Bali akhir 2021 dan mendapat respons positif dari atlet.
“Jadi kalau kita bisa menciptakan keadaan seperti ini untuk aktivitas-aktivitas internasional seperti G20, GPDRR, dan lain-lain, bisa tetap berjalan tapi tetap aman Covid,” ujar Wiku. Ia menambahkan, kebijakan atau teknis protokol sistem bubble ini masih digodok dan akan dijelaskan Kementerian Kesehatan.
Sebelumnya, Ketua Umum KOI Raja Sapta Oktohari meminta kepada pemerintah untuk memberikan diskresi terkait karantina bagi pelaku olahraga dari luar negeri. Diskresi berupa kewenangan untuk menjalani karantina dengan kebijakan yang berbeda, di antaranya karantina dengan menerapkan sistem gelembung yang biasa digunakan dalam kejuaraan olahraga.
Oktohari menjelaskan kebijakan tersebut diperlukan karena keterbatasan akses latihan selama karantina panjang mempengaruhi stamina dan performa para atlet. “Kami menerima masukan dari federasi olahraga nasional yang sempat menjalani karantina, akses mereka terbatas dan tidak bisa berlatih optimal. Selain karena tidak boleh keluar kamar, belum tentu di hotel karantina memiliki fasilitas latihan,” ujarnya.
Indonesia memiliki agenda olahraga yang padat sepanjang tahun ini, di antaranya MotoGP, IESF 14th Esports World Championships, Piala Dunia Panjat Tebing, dan turnamen bulu tangkis Indonesia Masters dan Indonesia Open. Para atlet Merah Putih juga dijadwalkan mengikuti lima agenda multievent, yaitu SEA Games Hanoi (12-23 Mei), Islamic Solidarity Games Konya (9-18 Agustus), Asian Games Hangzhou (10-25 September), dan Asian Youth Games Shantou (20-28 Desember). Ada pula rencana Indonesia untuk menjadi tuan rumah ASEAN Para Games 2022. (en)
Foto: mediaindonesia.com