Industri Event 2025: Tantangan Baru, Kolaborasi Jadi Kunci Keberlanjutan

Related Articles

JAKARTA – Industri event di Indonesia menghadapi tantangan besar di tahun 2025, terutama setelah penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD. Kebijakan ini berdampak signifikan terhadap sektor event, menyebabkan pembatalan ratusan acara di berbagai provinsi.

Berdasarkan Survei Industri Event Nasional 2024-2025, industri event tahun 2024 mencatat pencapaian luar biasa dengan 8.777 event yang tersebar di 34 provinsi dan total nilai bisnis mencapai Rp 84,46 triliun. Industri ini juga menjadi penggerak utama tenaga kerja dengan melibatkan 8,8 juta pekerja. Namun, sejak Januari 2025 hingga 11 Februari 2025, terjadi 638 pembatalan atau penundaan event di 32 provinsi, dengan total kerugian mencapai Rp 429,23 miliar.

Pembatalan terbanyak terjadi pada kategori meeting (50,64%), diikuti oleh event incentive (12,82%) dan pelatihan/training (10,90%). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran berdampak langsung pada kegiatan yang biasanya didanai oleh pemerintah maupun korporasi.

Ketua Umum Ivendo, Mulkan Kamaludin (pakai jas hitam) foto bersama para tamu undangan yang merupakan para anggota asosiasi pelaku industri event saat acara Buka Puasa Bersama di Gedung Smesco Indonesia, Jakarta. (Foto: Istimewa)

 

Baca Juga:   Pameran Lab Indonesia 2024 Unggulkan Produk Inovasi Teknologi Berkelanjutan

Ketua Umum Dewan Industri Event Indonesia (Ivendo), Mulkan Kamaludin, menekankan pentingnya kolaborasi dalam menghadapi tantangan ini.

“Kami berharap survei nasional ini dapat semakin melibatkan seluruh ekosistem event di Indonesia sehingga hasilnya bisa dijadikan rekomendasi strategis bagi pengembangan kebijakan industri pariwisata dan ekonomi kreatif,” ujarnya dalam acara Buka Puasa Bersama & Silaturahmi Penggiat Industri Event Nasional di Gedung Smesco Indonesia, Kamis (20/3/2025).

Selain Ivendo, tujuh asosiasi lain juga turut serta dalam survei ini, yaitu ASPPI, PaSKI, Asita, Hastana Indonesia, AELI, Kadin Indonesia, dan APMI. Kehadiran asosiasi-asosiasi ini diharapkan dapat memperkuat industri event dengan pendekatan berbasis data dan advokasi kebijakan.

“Kami tidak bisa hanya menunggu perubahan kebijakan. Industri event harus beradaptasi dengan tren baru, termasuk pemanfaatan teknologi dan penciptaan ekosistem yang lebih mandiri,” tambah Mulkan.

Salah satu langkah strategis yang menjadi sorotan adalah penerapan teknologi dalam industri event. Artificial Intelligence (AI), Augmented Reality (AR), dan hybrid event diperkirakan akan menjadi tren utama di 2025.

Baca Juga:   Diluncurkan, Honda Vario 160 Lebih Bertenaga dan Sporty

“Event organizer harus mulai mengadopsi teknologi baru agar bisa tetap kompetitif. Penggunaan AI dalam event planning, serta konsep hybrid event yang menggabungkan offline dan online, bisa menjadi solusi untuk menghadapi keterbatasan anggaran,” ungkap Dr. Dewi Puspaningtyas Faeni, Deputy Director Postgraduate Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma.

Selain itu, digitalisasi sistem registrasi dan pengalaman event berbasis QR Code dan blockchain juga mulai diterapkan oleh beberapa penyelenggara event untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan.

Meskipun menghadapi tantangan berat, pelaku industri tetap optimistis bahwa sektor ini akan bangkit dengan strategi yang tepat.

“Kami percaya bahwa kolaborasi lintas sektor dan adaptasi teknologi akan menjadi kunci keberlanjutan industri event. Harapannya, industri ini bisa tetap berkembang meski ada tantangan kebijakan,” tutup Mulkan. (cha)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img