DENPASAR – DPD Indonesia Event Industry Council (Ivendo) Bali untuk keempat kalinya menggelar sertifikasi kompetensi di bidang Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di City of Aventus Hotel, Selasa (20/2/2024). Kegiatan ini difasilitasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pariwisata Insan Kreatif.
Kegiatan bertajuk Fasilitasi Sertifikasi Profesi Parekraf (FSKPP) ini diikuti 60 peserta yang terdiri dari 13 badan usaha PCO (Professional Conference Organizer)/EO (Event Organizer), dan peserta perseorangan pekerja event. Sertifikasi ini diawali dengan pembekalan secara daring pada 17 Februari 2024 yang diberikan oleh Muh Taupik, manajer sertifikasi LSP PIK.
Menurut Ketua Dewan Industri Event Indonesia (Ivendo) DPD Bali, Grace Jeanie, karena makin gencarnya penyelenggaraan kegiatan-kegiatan berskala Internasional dan pentingnya kualitas penanganan kegiatan di Bali. Tercatat sejak 2019, DPD Ivendo Bali telah tiga kali menyelenggarakan sertifikasi MICE. Bahkan pada 2021 lalu sempat mengadakan sertifikasi secara gratis bagi anggota Ivendo.
Dilansir dari Barometer Bali.com di bulan Januari lalu, disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun bahwa sepanjang tahun 2024, di Bali bakal digelar 58 event, terdiri dari festival seni budaya sebanyak 48 event, kemudian empat event sport, dan enam MICE yang tersebar di sembilan kabupaten/kota se-Bali.
Pelaksanaan sertifikasi kompetensi di bidang Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di City of Aventus Hotel, Selasa (20/2/2024).
“Untuk itu sertifikasi itu tidak cukup sekali, harus dilakukan terus menerus menurut kami, agar bisa menjangkau lebih luas ke SDM event di Bali. Asosiasi terus berusaha agar bisa mendapatkan kesempatan tentunya dengan disubsidi oleh pemerintah agar biaya bisa terjangkau. Tapi kami terkendala selama ini sejak tahun 2018 kami berdiri belum adanya program sertifikasi tersebut di Bali. Padahal banyak pekerja event di Bali membutuhkan pelatihan-pelatihan serta sertifikasi,” ujar Grace Jeanie.
Cukup ironis, menurut Grace di satu sisi Bali menjadi destinasi unggulan MICE namun di sisi lain belum pernah ada program pelatihan dan sertifikasi diadakan di Bali, sehingga asosiasi harus bergerak secara mandiri untuk mengupayakan pelatihan dan sertifikasi dengan menghubungi lembaga sertifikasi profesi dan pemerintah terkait.
“Puji Tuhan, kami mencoba mencari jalan dari tahun 2022 lalu dan akhirnya penantian kami tersebut bersambut, tahun ini melalui LSP PIK, Ivendo Bali bisa mendapatkan program sertifikasi dari Kemenparekraf. Terlepas kebutuhan tender dan lainnya, penting untuk memiliki sertifikasi agar event yang terlaksana didukung oleh personel yang mumpuni dan terjamin keahliannya. Semoga dengan adanya sertifikasi ini, penyelenggara event di Bali kedepannya memiliki kualifikasi kompetensi yang memenuhi standar,” imbuh perempuan yang juga menjabat sebagai Sekjen Bali MICE Forum ini.
DPD Ivendo Bali juga berharap kedepannya pemerintah bisa mengalokasikan anggaran secara berkala menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi di bidang MICE dan special events di Bali.
Ketua Umum DPP Ivendo, Mulkan Kamaludin, yang juga hadir secara khusus dalam kegiatan sertifikasi pertama pasca pandemi yang diselenggarakan di Bali ini menyampaikan harapannya agar kegiatan sertifikasi ini juga terus berlanjut dilaksanakan di seluruh DPD Ivendo di Indonesia secara berkala.
“Semoga kegiatan ini bisa memberikan solusi sekaligus angin segar bagi EO, PCO, dosen, mahasiswa dan prodi yang memiliki bidang MICE serta event. Selama ini, beberapa sempat mengeluhkan minimnya informasi tentang sertifikasi sekaligus kesempatan sertifikasi di Bali. Yang kami dengar selama ini, sejumlah perusahaan terpaksa mengikuti sertifikasi di daerah lain atau mengikuti sertifikasi mandiri,” ujar Mulkan.
Ketidaktahuan tentang perlunya sertifikasi ini ternyata juga dialami oleh banyak EO dan pekerja event, termasuk mahasiswa yang kerap menjadi tenaga freelance event. Bagi mereka, sertifikasi MICE hanya berguna saat tender pemerintahan melalui LPSE saja. Sebab, saat ini memang belum semua perusahaan mensyaratkan tenaga kerja bersertifikasi untuk menangani acara mereka.
Padahal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengamanatkan bahwa tenaga kerja di bidang kepariwisataan wajib memiliki standar kompetensi melalui sertifikasi. Sertifikasi tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan tenaga kerja tingkat nasional maupun internasional.
Pun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata, sertifikasi kompetensi di bidang pariwisata bertujuan untuk memberikan pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki tenaga kerja, serta untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja.
Pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja menjadi penting karena artinya pekerja tersebut memiliki kemampuan yang sesuai standar untuk bekerja di bidang yang ditekuninya. Selain itu, dari kacamata konsumen, menggunakan jasa dari perusahaan dengan karyawan yang telah tersertifikasi akan lebih terjamin kualitasnya dibandingkan menggunakan jasa dari perusahaan dengan karyawan yang belum tersertifikasi.
Di saat yang sama, pemerintah juga bermaksud menyiapkan tenaga kerja Indonesia untuk memperoleh pendidikan dengan basis kompetensi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di mana pada pasal 61 disebutkan bahwa peserta didik yang lulus harus memiliki sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
Implikasi dari kedua aturan tersebut di atas adalah sumber daya manusia yang telah ada di industri maupun yang masih ada di lembaga pendidikan harus diarahkan untuk mampu memenuhi standar kompetensi dan memiliki sertifikasi kompetensi di bidang profesinya. (en/rb)